Jumat, 20 Oktober 2017

Nancy : Insecurity of Transgender

oleh : Nur Sofiatun Rosidah




Sejatinya manusia terlahir bak selembar kertas putih, setiap kemudahan dan kesulitan memberi warna didalam lembarannya. Tak semuanya memiliki kehidupan yang mudah, untuk berpegang teguh pada tongkat kejujuran dibawah badai stigma dan diskriminasi. Satu lagi kisah inspritatif kali ini memberikan kita semua makna dalam setiap peristiwa, bahwa hikma itu nyata, hikma itu ada. Sosok Transgender tangguh satu ini, memilih untuk tidak mau menyerah – kalah. Mereka membuktikan pada dunia, bahwa mereka mampu bersuara dengan talentanya serta berhak sukses dan bahagia.

Simak perbincangan saya dengan Nancy – Kisah Sosok Transgender Multitasking.

1. Seperti apa cerita anda menjadi seorang Transgender dan Apa alasan anda memutuskan untuk menjadi transgender?
Sejak kecil saya ingin bercita – cita menjadi seorang make up wedding, dan saya ingin berdiri sendiri dengan usaha yang saya jalani saat ini. Saya lebih bisa menikmati hidup, santai dan ketika saya capek ya bisa istirahat. Beda ketika saya harus ikut orang lain, hal itu tidak bisa saya lakukan. Saya merintis dari nol. Karna saya percaya apabila orang berusaha pasti ada jalan.

2. Kapan anda memutuskan untuk menjadi transgender?
Sejak saya menginjak remaja, sekitar usia 15 tahun. Karna memang keluarga gak punya, pendidikan hanya sampai sekitar SD dan gak sampai SMP. Dipikiranku saat itu cuman, kapan aku besar? Kapan aku bisa memulai usaha sendiri?

3. Lalu Bagaimana cara anda menjelaskan ke keluarga,  mengenai diri anda atau mengenai keputusan anda menjadi transgender?
Orang tua bilang. Asalkan kamu mampu? Ya.. saya jawab mampu. Yasudah tidak ada masalah.

4. Pernakah anda berpikir atau merasa kembali seperti diri anda sebelum ini artinya sebenernya saya ini laki-laki mengapa saya seperti ini dan pernakah mendapat cibiran disekitar anda?
Tidak ada cibiran yang membuat saya terlalu sakit, namun cibiran ya pasti tetep ada, karna itu kodrat. Saya tidak pernah menyesal. Namun, saya sedih tidak ada kekasih yang bisa menerima saya.

5. Dan sejauh ini sudah berapa lama usaha ini anda tekuni?
Sejak tahun 2003 saya menekuni dunia make up wedding. Saya merintis mulai dari nol, dan memang susah pada saat itu untuk mencari customer atau pelanggan. Banyak komentar banyak tantangan, namun saya bersyukur Alhamdulillah keadaan berangsur membaik.

Kesimpulannya dari percakapan diatas bahwa, atas dasar keinginannya, laki-laki berusia 56 tahun ini memutuskan untuk menjadi seorang transgender. Tidak ada paksaan ataupun hasutan dari orang lain. Sejak usia remaja, penanaman pondasi yang kuat dalam dirinya untuk menjadi seorang wirausaha yang mandiri yang bisa mencukupi dan membahagiakan keluarganya dengan caranya sendiri.

Keadaan tersebut sepatutnya harus diimbangi dengan edukasi maupun informasi yang akurat, sehingga persepsi menurut kita yang kurang benar tersebut dapat menjadi pembelajar yang baik dikemudian hari, sehingga kita pula tidak akan salah melangkah.
Namun dengan keadaan ekonomi lemah Nancy, sehingga dia menyangkal bahwa menjadi seorang make up wedding saja harus menjadi seorang perempuan? Kecemasan sosial transgender. Ya.. ketika saya menanyakan ulasan cerita singkat mengenai dirinya menjadi transgender, namun si Nency ini kurang terbuka akan status dirinya.

Kesuksesan itu tidak tergantung pada gender, mau lelaki ataupun perempuan. Dengan modal tekad dan kekuatan maupun keyakinan yang kuat siapapun berhak mendapatkan kesuksesan dan karier yang cemerlang.  

Sofi Saat Wawancara dengan Nancy.











Analisis Data Kesetaraan Gender di Surabaya

Oleh : Nur Sofiatun Rosidah


Prinsip gender dalam pengetehuan pada umumnya yaitu beranggapan bahwa “Gender” hanya sebatas jenis kelamin laki-laki, perempuan ataupun keduanya. Itulah mengapa kategori blog yang kita angkat kali ini dengan tema ReId (Respect Identity). Anggapan masyarakat yang hingga detik ini masih saja seperti pernyataan diatas, sehingga dapat merubah stigma yang salah itu.

Gender yakni pembagian kedudukan, kebijaksanaan, terjadinnya variasi, dan gradasi sehingga hal tersebut mengalami perkembangan. Proses melakukan gender ada banyak hal misalnya, orang tua kita sejak lahir menyeimbangkan pernyataan yang ada ataupun beranggapan bahwa stigma itu 100% benar, adalah bayi laki-laki yang dominan menggunakan warna biru dan bayi perempuan mendominasi dengan warna pink (merah muda). Sub koordinasi tersebut yang menjadikan terjadinya penyimpangan atau ketidaksetaraan gender. Berdasarkan peraturan, ilmu pengetahuan dan kebijakan nilai-nilai yang diciptakan oleh masyarakat. Seolah mencengkram adanyanya pembagian kedudukan, dan seolah prinsip ini menjadikan kelompok perempuan berada dibawah laki-laki.

Mengapa terjadi ketidaksetaraan gender di masyarakat?
  1.  Pertumbuhan penduduk di Surabaya rata-rata laki - laki. (http://dispendukcapil.surabaya.go.id/stat_new/statistikkependudukan/2013/jumlahpenduduk/jeniskelamin)




2. Tak jarang apabila pada posisi SMP (Sekolah Menengah Pertama) si perempuan telah putus sekolah, beranggapan bahwa kelak kau hanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Terlebih para penduduk yang ada di pelosok yang kekurangan akan informasi sehingga membuat pola pikir yang sempit. (http://dispendukcapil.surabaya.go.id/stat_new/statistikkependudukan/2017/jumlahpenduduk/pendidikan)


3. Apabila tahap kedua masih dapat dilanjutkan, beralih kejenjang SMA (Sekolah Menengah Atas). Tak heran bila banyak perempuan yang hanya berhenti sampai di tahap ini, dan memilih untuk menikah. Sedikit banyak dengan alasan yang sama ataupun hanya menghindari pengakuan sosial, keamaan image keluarga, dan faktor adanya doktrinasi atas strata pendidikan jenjang ini saja sudah cukup, maupun keadaan ekonomi keluarga yang mengharuskan si perempuan ini untuk memilih bekerja dari pada melanjutkan kejenjang berikutnya yaitu kuliah. (http://dispendukcapil.surabaya.go.id/stat_new/statistikkependudukan/2017/jumlahpenduduk/pendidikan)



4. Si perempuan memang bekerja, namun hanya sebagai ibu rumah tangga.
(http://dispendukcapil.surabaya.go.id/stat_new/statistikkependudukan/2017/pekerjaan/mengurusrumahtangga)

 

Alasan tersebut hanya mewakili beberapa alasan yang terjadi, mengapa terjadi ketidaksenjangan gender di masyarakat. Dari sumber data diatas Dispendukcapil Surabaya, menyebutkan bahwa akan ada akibat yang akan berdampak dan berkelanjutan dengan adanya keadaan seperti ini. Artinya keadaan seperti akan berdampak pada pola pikir masyarakat Surabaya mengenai sisi perempuan dan sisi laki – laki yang berbeda dengan jenis status pendidikan, usia, pekerjaan dan kebijakan lainnya. 
Cara Pandang kita harus dirubah!!!

Apa dampaknya?
HDI naik!!! apa itu HDI ? Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. Kebebasan atas ekspresi pribadi. Adanya jenis kelamin laki-laki dan perempuan seharusnya menjadikan kedudukan seperti kutub yang bersebrangan.  

GAMAN : PEMUDA MELAWAN NARKOBA HINGGA KE KOREA

Oleh : Fitria Nur Madia 

Fenomena pergaulan bebas di lingkungan remaja sedang marak terjadi. Hal ini pula yang dirasakan oleh Karang Taruna RT 02 RW 10 Manukan Lor, Tandes, Surabaya. Para pemuda pengurus Karang Taruna RT 02 merasakan kehidupan yang itu-itu saja. Jadwal ronda dan jaga pos pun hanya diisi kegiatan “nirfaedah” seperti main kartu, cangkruk, dan bergosip ria. Bahkan ada pula yang terjerumus ke dalam pergaulan yang salah hingga menyebabkan perilaku yang salah pula seperti minum-minuman keras hingga mengonsumsi obat-obatan terlarang. Kejadian ini lah yang menjadi latar belakang pembentukan GAMAN (Gerakan Anak Muda Anti Narkoba).


GAMAN (yang semula merupakan abriviasi dari Gerakan Arek Manukan) diinisiasi oleh Om Ridiyanto dan Om Sonny yang pada masa itu merupakan ketua dan wakil ketua RT 02 RW 10 Manukan Lor. Pada mulanya, GAMAN dibentuk oleh foundernya untuk mengikuti suatu perlombaan musik patrol. Melalui GAMAN, Om Ridiyanto dan Om Sonny mengajak para pemuda untuk berkegiatan yang positif. Akhirnya, karena disibukkan oleh kegiatan GAMAN, para pemuda yang semula kehilangan arah mulai menemukan tujuan hidup yang lebih positif. Antusiasme pemuda sekitar pun cukup tinggi selepas kemenangan perdana GAMAN dalam perlombaan musik patrol.

Personil GAMAN beserta delegasi negara lain.

Prestasi demi prestasi mulai diraih oleh GAMAN. Para pemuda luar Manukan pun tertarik dengan kumpulan remaja positif ini. Hingga suatu saat, dari sebuah forum tecetuslah arah baru GAMAN yaitu Gerakan Anak Muda Anti Narkoba. Melalui GAMAN yang baru ini lah, para pemuda mengembangkan kreatifitasnya dengan lebih terarah yaitu berkreasi, bersosialisasi, dan bersinergi melawan kenakalan remaja serta narkoba. Dengan tag line yang baru yaitu “Berkarya tanpa Narkoba”, GAMAN saat ini telah mengoleksi banyak penghargaan dari berbagai pihak. Bahkan GAMAN berkesempatan untuk tampil di Korea Selatan sebagai degelasi Indonesia oleh Dinas Pariwisata Kota Surabaya.


Luar biasa, bukan? Hanya berasal dari kumpulan pemuda Karang Taruna RT hingga bisa ke Korea Selatan. Gerakan-gerakan positif seperti ini diharapkan dapat memicu pemuda-pemuda Indonesia khususnya di Surabaya untuk lebih aktif lagi berkreasi di bidang yang positif. “GAMAN, Berkarya Tanpa Narkoba!”

Kesetaraan Gender dalam Safari Ramadan 1438 H

Oleh : Fitria Nur Madia

Ramadan sebagai bulan suci penuh berkah bagi umat muslim menjadi momen yang tepat untuk berkumpul dengan keluarga dan masyarakat sekitar. Momentum ini dimanfaatkan dengan baik oleh Karang Taruna RW 10 Manukan Kulon, Tandes untuk menyelenggarakan kegiatan dalam rangka memperingati bulan Ramadan sekaligus menyelipkan beberapa visi lainnya yaitu salah satunya mengenalkan kesetaraan gender kepada masyarakat melalui acara Safari Ramadan 1438 Hijriyah.

Safari Ramadan ini terdiri dari beberapa rangkaian acara mulai dari lomba Tartil Al-Qur’an, lomba Adzan, lomba Musik Patrol, lomba Hijab Hunt, dan juga pagelaran seni.  Masing-masing perlombaan tersebut diikuti oleh anak-anak dan remaja di lingkungan RW 10. Hal unik yang dapat kita lihat adalah, ada spesifikasi gender yang menjadi salah satu persyaratan lomba. Sebagai contoh, lomba adzan hanya boleh diikuti oleh peserta laki-laki. Oleh karena itu, lomba Tartil Al-Qur’an ditujukan untuk anak perempuan. Bergitu pula dengan Hijab Hunt dan music patrol. Hijab Hunt dimana tentunya hanya diikuti oleh muslimah, diimbangi dengan adannya musik patrol yang dikuasai oleh kaum laki-laki.


Generasi 10 sebagai penyelenggara kegiatan menyadari akan adanya diferensiasi gender. Namun, mereka beranggapan bahwa kesetaraan gender bukan berarti setiap hal yang bisa dilakukan oleh satu gender dapat dilakukan pula oleh gender yang lainnya. Kesetaraan gender dapat diartikan bahwa masing-masing gender mendapatkan lahan yang setara untuk berkreasi dan menampilkan bakatnya. Setiap orang istimewa dengan caranya masing-masing. Begitu pula dengan gender ini.

WORKSHOP DAUR ULANG PALET : Sarana Penumbuhan Jiwa Wirausaha Muda Generasi 10

Oleh : Fitria Nur Madia



Jumlah pengangguran di Indonesia hanya berkurang sebesar 10.000 orang dari Februari 2016. Menurut Badan Pusat Statistik, saat ini jumlah pengangguran di Indonesia mencapai angka 7,01 juta jiwa. Fenomena ini ditangkap oleh Arif, ketua Karang Taruna RW 10 Manukan Kulon - Tandes, Surabaya. Arif yang lebih akrab disapa Mas Ayik menyadari pentingnya pengelolaan sumber daya pemuda agar jumlah pengangguran di Indonesia tidak semakin meningkat. Oleh karena itu, melalui Kartar RW 10, Mas Ayik membentuk suatu program pelatihan kewirausahaan yaitu Workshop Daur Ulang Palet - Kayu.
Workshop Daur Ulang Palet Kayu ini bertujuan untuk mengelola sumber daya manusia dan melatih jiwa kewirausahan pemuda RW 10 (yang biasa disebut generasi 10). Selain itu, workshop ini juga merupakan salah satu program cinta lingkungan yaitu pemanfaatan limbah palet kayu. Workshop ini telah berlangsung dari awal tahun ini. Hingga saat ini, terhitung sudah belasan pemuda yang dibina dalam workshop daur ulang palet kayu.
Proses pembuatan bangku menggunakan palet
Bahan baku utama didapatkan dari limbah industri di sekitar wilayah Tandes yaitu Margomulyo. Dari palet kayu yang tak terpakai ini, para pemuda generasi 10 dapat menghasilkan banyak hal kerajinan yang dapat menghasilkan pundi - pundi rupiah serta pengalaman menjadi seorang wirausaha. Mulai dari bangku, kursi, hingga hiasan dinding. Pemuda generasi 10 dibebaskan membuat produk dari palet kayu berdasarkan kreasi mereka masing-masing. Peralatan kayu dipinjamkan oleh salah satu teman Mas Ayik yang juga merupakan pengerajin kayu.

Kita menyadari budaya patriarki yang masih kental di Indonesia menyebabkan tekanan yang besar pada laki-laki. Hal ini juga dirasakan oleh Mas Ayik. “Besok-besok itu, Mbak. Ketika sudah menikah, tanggung jawab rumah itu adanya di pundak laki-laki. Kalau misalnya laki-laki jiwa kepemimpinan dan kewirausahaannya tidak terasah. Piye nanti rumahnya?” ujar Mas Ayik. Sebab itu, Mas Ayik berharap pemuda generasi 10 dapat memiliki jiwa kepemimpinan dan kewirausahaan yang tinggi. Selain untuk menekan angka pengangguran di wilayah Manukan Kulon, hal ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Program Karang Taruna RW X, Manukan Kulon ini dapat menjadi contoh untuk komunitas -komunitas masyarakat lainnya. Dengan memanfaatkan sumber daya pemuda di lingkungan sekitar, kita dapat menekan jumlah pengangguran, meningkatkan kesejahteraan, memanfaatkan limbah industri, dan juga menumbuhkan jiwa kewirausahaan masyarakat sekitar.


Kamis, 12 Oktober 2017

SISI FEMINISME PEMIMPIN SURABAYA

By : Nur Sofiatun Rosidah


Siapa yang tidak kenal pemimpin kota pahlawan saat ini? Tegas, terampil, ke-ibuan, berkompeten dan cerdas. Perempuan satu ini lahir di Kediri – Jawa Timur, pada tanggal 20 november 1961. Memiliki status Istri,Ibu sekaligus Nenek dalam urusan keluarga, tidak menjadi halangan baginya untuk berkarir dan berkiprah dalam kanca politik Indonesia. Telah menyelesaikan pendidikan S2 di universitas kebanggan Surabaya, ITS ( Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya ) . Kiprah awalnya sebagai kader PDIP, hingga menjadi Kepala Seksi Tata Ruang Kota (1997), Kepala Seksi Pendataan dan Penyuluhan Dinas Pembangunan (2001), Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota (2005). Tak gentar membuatnya terus berkembang dan membenahi kotanya arek – arek bonek ini.
Sederet prestasi telah ia raih, prestasi kota hingga prestasi wali kota terbaik ketiga didunia.

Menjadi pemimpin itu bukan perkara gender, namun menjadi pemimpin itu perkara manusiawi. Tidak hanya sang laki – laki saja yang sah menjadi seorang pemimpin, namun “Emansipasi Wanita” di era reformasi saat ini telah dijunjung. Pemimpin dipilih karena tau apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh warganya dan yang bisa membuat warganya semakin sejahtera. Pemimpin juga harus dapat menjadi contoh atau suri tauladan bagi warganya, agar mereka juga sadar bahwa sang pemimpin saja tidak melakukanya “hal yang buruk atau merugikan” padahal sang pemimpinlah yang memperbaiki dan membangun, namun mengapa warganya justru merusak dan tak merawatnya???
Mengartikan sederet kata “Feminisisme” dalam judul yang saya angkat kali ini, menguak sisi ketangguhan dari sosok pemimpin kota Surabaya satu ini. Melihat sang perempuan yang kerap disapa “Bu Risma” ini, kita melihat bahwa tidak ada perbedaan signifikan mengenai kepemimpinan hanya diukur dari sisi gendernya. Namun, keterlibatan kita dan kontribusi apa yang kita  berikan pada kota tercinta kita ini???

Stereotipe masyarakat saat ini tentu harus dirubah, dengan adanya perkembangan jaman yang semakin canggih, di era digital tentu semuanya bisa dilakukan, dengan adanya jangkauan internet semuanya bisa dipelajari. Contoh ketika pekerjaan ataupun beberapa hal yang dilakukan oleh para lelaki saat ini perempuan telah bisa melakukannya, begitu sebaliknya.
Futsal putri - futsal putra, walikota, rektor, kepala sekolah, manager, tukang parkir, photographer dan lain sebagainya. Itulah beberapa contoh nyata dalam kehidupan yang pernah saya temui. Awalnya mindset saya dari beberapa contoh yang telah saya sebutkan diatas, hanya bisa dilakukan oleh seorang laki – laki, namun “jaman now” tidak ada perbedaan gender untuk melakukan semua hal tersebut.   
  


Sudah Saatnya Wanita Bersuara

Oleh : Fitria Nur Madia



Pernahkah anda bertanya-tanya, mengapa yang mendapatkan undangan untuk mengikuti musyawarah warga baik di tingkat RT dan RW adalah Sang Suami? Meskipun memang suami adalah kepala keluarga, namun bukankah istri juga berhak memberikan pendapat dan bersuara dalam sebuah forum pengambilan keputusan demi kepentingan warga bersama? Ada beberapa alasan yang biasanya disampaikan sebagai pengambilan keputusan atas undangan kepada pihak kepala keluarga, yaitu pria sebagai pemimpin keluarga (patriarki) dan wanita seharusnya tinggal di rumah pada malam hari
.
Suasana rapat penentuan Karang Taruna RW X Manukan Kulon, Tandes. Dapat dilihat dalam foto bahwa peserta rapat adalah laki-laki.
Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti (Bressler, 2007). Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut paham patriarki secara teguh. Namun, paham ini terkadang mengesampingkan hak-hak wanita sebagai manusia yang merdeka. Dalam kasus nyata, seperti yang telah saya sebutkan tadi, dalam forum-forum warga umumnya yang diundang adalah Bapak-bapak (lelaki). Hal ini dilandasi paham patriarki bahwa lelaki lah yang memegang tonggak kekuasaan sehingga pertimbangan lelaki sebagai perwakilan keluarga sangat diperhitungkan. Namun, marilah sejenak kita menengok pada kenyataan. Persentase kehadiran seorang Bapak dan Ibu di rumah jauh lebih tinggi Ibu. Bapak yang dituntut bekerja minimal menghabiskan 8 jam di luar rumah. Sementara itu Ibu lah yang berkegiatan dan bersosialisasi dalam lingkungan warga. Bisa kita lihat bersama bahwa secara logika, yang lebih mengerti keadaan lingkungan warga adalah sang Ibu. Mereka lebih mengerti terkait kebersihan lingkungan, keamanan, dan hal lainnya. Oleh karena itu, kehadiran wanita sebagai warga yang aktifitasnya banyak dihabiskan di lingkungan rumah sangat dibutuhkan untuk pmengambil keputusan musyawarah
Salah satu agenda rapat persiapan peringatan HUT RI 17 Agustus 2017. Sekali lagi peserta rapat adalah laki-laki.
            Hal kedua yang menjadi stereotipe masyarakat Indonesia adalah wanita seharusnya tinggal di rumah ketika malam hari. Dimana musyawarah warga sering dilakukan di malam hari, ketika sang lelaki sudah pulang dari bekerja, maka sang wanita tidak dikenankan mengikuti kegiatan musyawarah. Padahal kenyataannya, banyak pula kegiatan wanita yang dilakukan pada malam hari. Sebagai contoh yaitu pengajian. Pengajian ibu-ibu yang rutin dilaksanakan oleh birokrasi warga biasnaya dilaksanakan pada malam hari pula. Lalu mengapa untuk mengikuti musyawarah warga tidak diperbolehkan?
Gambaran suasana rapat oleh mahasiswa dimana wanita ikut andil di dalamnya. 

            Dua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran bahwa sudah saatnya wanita ikut bersuara dalam musyawarah warga. Karena setiap manusia adalah individu yang merdeka. Musyawarah akan menjadi lebih mufakat apabila mendapat pertimbangan pula dari sang wanita. Semoga kedepannya wanita dapat bersuara dengan para pria.
Langganan: Postingan (Atom)